Disdikbud Kota Banda Aceh akan Lakukan Zonasi Situs Cagar Budaya

  • Bagikan
Kadisdikbud Kota Banda Aceh, Sulaiman Bakri, S.Pd, M, Pd (paling kiri) bersama staf meninjau komplek makam situs cagar budaya, beberapa waktu lalu. FOTO/ DOK DISDIKBUD KOTA BANDA ACEH

posaceh.com, Banda Aceh – Dalam upaya melestarian situs cagar budaya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Banda Aceh memiliki program kegiatan pemetaan zonasi situs cagar budaya pada 2024 ini.

Kepala Disdikbud Kota Banda Aceh, Sulaiman Bakri, S.Pd, M.Pd melalui Kepala Bidang Kebudayaan, Drs Husni Alamsyah, mengatakan, tujuan program tersebut memudahkan mengetahui zonasi cagar budaya untuk upaya pelestarian dan pengembangan ke depan.

Husni menyebutkan, melalui zonasi ini situs akan dapat terjaga dan memudahkan untuk dilakukan pengembangan. Misalnya, nanti lokasi situs akan punya fasilitas penyangga, sehingga sangat mendukung juga peningkatan objek wisata religi.

Kabid Kebudayaan Disdikbud Kota Banda Aceh, Drs Husni Alamsyah

Selain itu, katanya, termasuk rencana pemugaran situs- situs cagar budaya seperti pemugaran makam yang ada di Wilayah Banda Aceh. Direncanakan akan memugar situs Komplek Makam Poteumerah yang merupakan suatu cagar budaya di Banda Aceh.

Namun, untuk dimulainya pemugaran pihaknya masih menunggu kajian dari tenaga ahli cagar budaya untuk memastikan Situs Komplek Makam Poteumerah layak untuk dilakukan pemugaran.

Ia menjelaskan, program zonasi, yang akan dilaksanakan Disdikbud Banda Aceh pada 2024 ini, juga sebagai upaya pemeliharaan untuk pelestarian dan memajukan cagar budaya daerah Kota Banda Aceh.

Sebutnya pelaksanaan program bisa maksimal juga sesuai aliran anggaran. Untuk kegiatan seni mungkin akan mulai fokus dilaksanakan bulan April, Mai, Juni dan Juli. “Sedangkan untuk program kegiatan pelestarian cagar budaya akan kita tutup pada Agustus 2024, sebut Husni Alamsyah.

Katanya melalui pelaksanaan program tersebut masyarakat akan terlibat dalam ikut menjaga, memelihara dan melestarikan budaya Indatu, Banda Aceh pernah menjadi pusat pemerintahan kesultanan dan kerajaaan.

Tahun ini, pihaknya juga akan melaksanakan program pencarian dan mendapatkan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) menjadi cagar budaya yang dilestarikan yang akan ditetapkan dengan surat keputusan (SK) Walikota.

Selain sebutnya, setiap situs, bangunan, benda dan kawasan di Banda Aceh yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan (SK) Walikota, otomatis akan disiapkan palang nama atau tanda sebagai situs Cagar budaya.

Husni menjelaskan, ada papan nama yang dipasang di setiap situs. “Kita bersama-sama dengan masyarakat melindungi, menjaga dan merawat situs cagar budaya.

Melibatkan Masyarakat

Mengenai kemungkinan ke depan bertambahnya benda, bangunan, situs dan kawasan ditetapkan menjadi situs cagar budaya, Husni mengatakan, sifatnya terbuka, karena Kota Banda Aceh ini kota tua, pada masa kolonial juga banyak bangunan dan rumah tua peninggalan Belanda seperti di kawasan Stui, banyak diantaran belum ditetapkan sebagai cagar budaya.

Dijelaskannya, untuk penetapan situs cagar budaya juga melibatkan masyarakat, sebab baik benda maupun situs itu berada di tanah warga. Dikuasai masyarakat atau kelompok masyarakat, sehingga ketika ditetapkan tentu harus melalui persetujuan masyarakat agar tidak menjadi persoalan di kemudian hari.

Sebutnya, situs yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, status pengelolaannya dilakukan pemerintah bersama masyarakat dan menjadi tanggungjawab bersama masyarakat kota.

Zonasi Kaitan dengan Pelestarian

Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya disebutkan “Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya”.

Zonasi dipahami sebagai penentuan batas-batas keruangan situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian, dalam pelaksanaan pelestarian, zonasi merupakan tahapan penting yang perlu dilakukan sebagai bentuk pelindungan terhadap cagar budaya.

Zonasi cagar budaya sangat erat kaitannya dengan pelestarian. Perlu dipahami pula bahwa pelestarian tidak hanya berorientasi masa lampau. Zonasi cagar budaya menjadi penting artinya terutama yang berkenaan dengan upaya pemanfatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan cagar budaya.

Peraturan zonasi cagar budaya sebagai salah satu instrumen dalam pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan cagar budaya menjadi penting artinya, karena dapat menjadi rujukan dalam perizinan, penerapan insentif/disinsentif, penertiban ruang, pengembangan/pemanfaatan di kawasan cagar budaya.
Mengacu pada aspek pemanfaatan cagar budaya, pelestarian harus berwawasan ke masa kini dan masa depan, karena nilai-nilai penting itu sendiri diperuntukkan bagi kepentingan masa kini dan masa depan.

Dengan adanya pemintakatan (zonasi) situs, pada setiap mintakat dapat dirancang pemanfaatannya sesuai dengan fungsi masing-masing zona, dalam hal ini fungsi yang berhubungan dengan kepentingan perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan situs. “Sistem zonasi dapat terdiri dari zona inti, zona penyangga, zona pengembangan, dan/atau zona penunjang,” pungkasnya.(Sudirman Mansyur)

 

 

  • Bagikan