Sebuah komentar diposting warganet dunia di Instagram Al Jazeera, stasiun televisi berbahasa Arab dan Inggris yang berbasis di Doha, Qatar, “Imagine waering a hijab and having this disgusting hate in you. Wow.” Anda mengenakan hijab dan merasakan kebencian di dalam diri Anda.
Al Jazeera English memuat tayangan video pemindahan paksa pengungsi Rohingya yang dilakukan sekelompok massa mahasiswa di Balai Meuseuraya Aceh (BMA), Banda Aceh pada Rabu (27/12/2023). Dalam tayangan tersebut dua perwakilan mahasiswa memberikan komentarnya kenapa aksi ini dilakukan. Seorang mahasiswi, menyebutkan perilaku warga pengungsi ini yang sering melakukan hal-hal yang tidak baik, dan mereka (Rohingya) seperti sudah merasa di negara nya sendiri.
Kisruh pengungsi Rohingya seakan mulai bergeser dari Bangladesh ke negara tujuan baru. Gelombang penolakan gencar dilakukan di berbagai daerah di Aceh. A surge in arrivals of refugees to Indonesia from Myanmar has been met with hostility. Lonjakan kedatangan pengungsi ke Indonesia dari Myanmar ditanggapi dengan permusuhan, tulis Al Jazeera English dalam narasinya.
Ardi Santoso, seorang dokter anak yang bersimpati pada pengungsi Rohingya ikut menulis komentar di kolom tersebut. Welcome doble standart, RIP humanity. Selamat datang standar ganda, RIP untuk kemanusiaan.
Ardi beberapa hari lalu ikut mengunjungi pengungsi Rohingya di BMA Banda Aceh. Komentarnya terus berlanjut, demand international human rights violations in Indonesia, tulisnya dengan respon beragam dari pembaca lainnya.
Sebelumnya dalam laporan Human Rights Working Group pada tahun 2020, sebagaimana ditulis Kompas, ”An open prison without end”. Penjara terbuka tanpa akhir. Begitulah situasi yang dialami warga Rohingya di tanah kelahirannya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Situasi inilah, digambarkan membuat mereka memilih pergi meninggalkan Myanmar tempat asalnya untuk menyelamatkan diri dan mencari kehidupan baru.
Namun kini masalah bukan hanya lagi di Bangladesh, tetangga Myanmar tempat penampungan Rohingya terbesar di dunia. Sebagian mereka telah mengarungi lautan menuju negara tujuan baru.
Aksi demonstrasi mahasiswa ini, telah memunculkan pro kontra narasi di media sosial dan khususnya di media luar negeri. Potongan video yang berisi gambar aksi dan tangisan sebagian pengungsi perempuan dan anak telah menimbulkan pernyataan negatif di media. This is horrifying! you can’t stand with Gaza and do this!, tulis seorang warganet dunia.
Dukungan untuk aksi ini juga diposting seorang pemilik akun akrimee yang mengaku dari Malaysia menulis, I am Malaysian, I am with Indonesian.
Silang pendapat dengan argumentasi masing-masing terus berkembang di tengah beragam informasi seputar pengungsi Rohingya, dan dunia telah ikut menyorot dengan narasinya tersendiri. Tetaplah damai menyingkapi dan menyebarkan kebaikan dan informasi yang akurat di media sosial. Informasi yang benar mencerahkan kehidupan.(Hasnanda Putra)