posaceh.com, Jakarta – Pembelajaran tatap muka 100 persen telah berlangsung kurang lebih satu pekan. Bersamaan dengan kegiatan itu, kasus Covid-19 di Tanah Air kembali meninggi dalam beberapa hari terakhir. Ditambah lagi, ancaman varian Omicron yang membayangi.
Banyak pihak menyarankan agar pembelajaran tatap muka penuh disetop. Apalagi, kasus Covid-19 kembali ditemukan di sejumlah sekolah. Bahkan tujuh sekolah di Jakarta ditutup sementara karena warganya terpapar.
“Setidaknya sudah ada tujuh sekolah yang kita tutup untuk sementara waktu,” kata Wagub DKI, Ahmad Riza Patria, Kamis (13/1/2022) pagi.
Namun, temuan itu tidak membuat Pemprov DKI buru-buru menghentikan. PTM 100 persen masih berjalan sampai hari ini. Riza berjanji proses PTM 100 terus dipantau dan dievaluasi. Sambil menunggu keputusan lebih lanjut dari pemerintah pusat.
Aturan Sekolah Tatap Muka Penuh
Aturan pembelajaran tatap muka penuh tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tertanggal 21 Desember 2021 Nomor 05/KB/2021, Nomor 1347 Tahun 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/6678/2021, Nomor 443-5847 Tahun 2021 Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19. Mendikbud Ristek, Nadiem Makariem menyebut, SKB terbaru dikeluarkan mengingat PTM terbatas yang diberlakukan selama pandemi dirasa belum optimal.
Menurutnya, dari berbagai riset menunjukkan pandemi membuat murid kehilangan pembelajaran signifikan. Kondisi itu tidak bisa lagi dibiarkan.
“Pemulihan pembelajaran sudah sangat mendesak untuk dilakukan selagi masih bisa kita kejar,” terang Menteri Nadiem akhir Desember lalu.
Sejumlah syarat ditetapkan agar sekolah bisa menggelar PTM penuh. Antara lain, capaian vaksinasi dosis dua warga sekolah sudah di atas 80 persen. Selain itu, jumlah peserta didik 100 persen dari kapasitas ruang kelas, maksimal 6 jam per hari.
Kasus Positif Kembali Naik
Keinginan mengoptimalkan kembali proses belajar mengajar anak nyatanya tidak berjalan mulus. Beberapa hari terakhir, kasus positif Covid-19 justru beranjak naik.
Pada 3 Januari 2022, kasus aktif Covid-19 berjumlah 4.530 kasus. Penambahan kasus konfirmasi positif saat itu mencapai 265.
Sementara, data terakhir kasus konfirmasi positif Covid-19, penambahan hariannya mencapai 646 kasus pada 12 Januari 2022. Kasus aktif Covid-19 mencapai angka 6985 atau penambahan 326 kasus aktif dari hari sebelumnya.
Dalam satu pekan ini, tercatat penambahan kasus positif harian tertinggi pada 11 Januari, mencapai angka 802 kasus.
Tidak hanya itu, data Kementerian Kesehatan sampai 8 Januari 2022, sudah terdeteksi 414 kasus Omicron di Tanah Air.
Minta Sekolah Tatap Muka Penuh Dievaluasi
Mengacu data tersebut, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi secara berkala mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di berbagai daerah.
Laporan yang diterima P2G, masih banyak sekolah tidak menerapkan protokol kesehatan. Seperti di wilayah Jakarta, Pandeglang, Cilegon, Bogor, Bengkulu, Agam, Solok Selatan, Situbondo, dan Bima.
P2G menilai, alangkah baiknya jika proses pembelajaran tatap muka penuh dilakukan secara bertahap. Selain itu, keputusan izin pembelajaran tatap muka penuh hanya bisa diberikan untuk sekolah-sekolah yang sudah siap dengan sarana dan prasarana pendukung protokol kesehatan dan siap menjalankannya.
Nasib Kelanjutan Sekolah Tetap Muka
Sekolah di Jakarta masuk dalam catatan P2G yang dianggap masih ada pelanggaran protokol kesehatan. Atas temuan itu, Pemprov DKI Jakarta tidak mau gegabah.
Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria memastikan pihaknya tidak serta merta menyudahi PTM penuh hanya karena satu atau dua kasus Covid-19 ditemukan di sekolah. Baginya, DKI Jakarta masih bisa menerapkan aturan pelaksanaan PTM 100 persen sesuai dengan ketentuan.
“Masa satu dua sekolah, terus menutup ribuan sekolah. Jadi semua kan diskrining setiap sekolah,” tegas Riza.
Namun demikian, pihaknya segera mengambil langkah ketika menemukan warga sekolah terpapar. Sekolah akan ditutup sementara sesuai ketentuan yang ada.
Langkah Pemprov DKI Jakarta sejalan dengan saran Epidemiolog, Dicky Budiman. Dicky menilai tidak perlu langsung mengambil langkah darurat memberhentikan pembelajaran tatap muka saat ini. Tetapi, harus dilakukan evaluasi untuk sepekan ke depan. Terlebih bila kasus harian terus meningkat.
“Saya kira untuk seminggu ke depan harus evaluasi pemberlakuan PTM ini karena kalau trennya terus mengalami peningkatan,” ujar Dicky dikutip Kamis (13/1).
Dia memperkirakan puncak kenaikan kasus Covid-19 terjadi di bulan Februari atau Maret. Ketika kondisi memang gawat, sambung dia, saat itulah pemerintah harus segera mencabut kembali kebijakan PTM 100 persen. Langkah tersebut penting demi mencegah munculnya klaster di sekolah lantaran masih banyak anak-anak, terutama usia sekolah dasar, yang rentan terhadap varian Omicron lantaran belum divaksin.
“Ya keputusan menunda sementara satu bulan menurut saya, tak akan lebih dari satu bulan menjadi sudah sangat bisa kita pertimbangkan,” ujar Dicky.
Sementara itu, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyarankan unsur pendidikan, baik guru dan orang tua murid membentuk Satgas Protokol Kesehatan selama pembelajaran tatap muka 100 persen. Satgas ini berperan untuk berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 di tingkat kabupaten/kota masing-masing. Fungsinya mengawasi jalannya pembelajaran tatap muka.
“Demi menjaga kedisiplinan selama proses belajar-mengajar,” kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito.
Menurut Wiku, salah satu pertimbangan PTM digelar 100 persen karena kasus Covid-19 di Indonesia terkendali. Meskipun telah terdeteksi Covid-19 varian Omicron, namun mayoritas merupakan imported case atau kasus impor yang dibawa pelaku perjalanan internasional.
Pemerintah sudah mendeteksi kasus transmisi lokal Omicron. Namun, kasus tersebut telah ditangani tenaga kesehatan.
“Selain atas pertimbangan tersebut, kesiapan unsur pendidikan dan simulasi telah dilakukan, maka keputusan PTM dengan kapasitas penuh tetap dijalankan,” kata Wiku. (merdeka.com)