Masjid Tua Indrapuri adalah salah satu bangunan bersejarah yang terletak di Indrapuri Aceh Besar. Masjid ini memiliki keunikan yang memikat, terutama dari segi arsitektur yang mencerminkan perpaduan budaya Islam dan lokal di Aceh saat itu.
Sejarah dan Fungsi Awal
Masjid Tua Indrapuri dibangun pada abad ke-17 di atas fondasi candi Hindu kuno yang berasal dari zaman Kerajaan Lamuri. Awalnya, situs ini merupakan tempat peribadatan Hindu, sebelum akhirnya diubah menjadi masjid oleh Sultan Iskandar Muda, yang memerintah Aceh pada tahun 1607-1636. Perubahan fungsi dari candi Hindu menjadi masjid mencerminkan perjalanan panjang Islamisasi di Aceh.
Arsitektur Berbentuk Panggung
Salah satu keunikan utama dari masjid ini adalah struktur bangunannya yang berbentuk panggung. Masjid ini memiliki panggung setinggi kurang lebih satu meter di atas tanah yang terbuat dari kayu kokoh. Bentuk panggung ini menyesuaikan dengan lingkungan Aceh yang beriklim tropis, sehingga mampu melindungi bagian bawah masjid dari genangan air pada musim hujan.
Atap Bersusun dan Tanpa Kubah
Berbeda dengan masjid pada umumnya yang memiliki kubah, Masjid Tua Indrapuri memiliki atap bersusun tiga yang berbentuk piramida. Atap ini dibuat dari susunan kayu yang kokoh, dengan puncak tertinggi pada bagian tengah masjid. Setiap susunan atap melambangkan tingkatan dalam ajaran Islam, yaitu iman, Islam, dan ihsan. Desain atap ini juga mirip dengan arsitektur rumah tradisional Aceh, sehingga menyatu dengan lanskap budaya setempat.
Dinding Tebal Tanpa Hiasan Berlebihan
Masjid Tua Indrapuri memiliki dinding tebal yang didominasi warna putih, memberi kesan kokoh dan sederhana. Tidak terdapat banyak ornamen atau hiasan pada dinding masjid, hanya ukiran sederhana yang mengelilingi jendela dan pintu. Kesederhanaan ini mencerminkan filosofi Islam yang mengedepankan kesederhanaan dalam kehidupan.
Mihrab dan Mimbar Tradisional
Di bagian dalam masjid, terdapat mihrab dan mimbar yang terbuat dari kayu. Mimbar ini memiliki ukiran khas Aceh yang rumit namun artistik, menunjukkan keahlian pengrajin lokal masa itu. Mihrab menghadap kiblat dan menjadi tempat bagi imam memimpin shalat, sementara mimbar digunakan untuk khutbah.
Fungsi Sosial dan Keagamaan
Masjid Tua Indrapuri tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat sosial dan pendidikan pada zamannya. Pada masa kolonial dan konflik Aceh, masjid ini menjadi tempat berkumpul masyarakat, musyawarah, dan penyebaran ajaran Islam.
Masjid Tuha Indrapuri juga pernah dipakai sebagai tempat pemerintahan sementara Kerajaan Aceh Darussalam sewaktu raja terakhir mereka, Sultan Muhammad Daudsyah dilantik untuk naik takhta pada 1878.
Mengingat asal usul masjid dibangun diatas bekas candi Hindu, terdapat beberapa elemen yang menunjukkan pengaruh Hindu, seperti fondasi dasar yang menyerupai bentuk benteng dan candi dan beberapa pola ukiran geometris. Pengaruh ini adalah hasil dari asimilasi budaya yang damai antara agama Hindu dan Islam di Aceh pada masa itu.
Masjid Tua Indrapuri menjadi bukti sejarah perkembangan Islam di Aceh dan perpaduan budaya yang harmonis antara Hindu dan Islam. Keunikan arsitekturnya memberikan gambaran tentang perjalanan panjang budaya dan agama di Aceh, menjadikannya sebagai salah satu warisan budaya yang sangat bernilai di Indonesia.
(Banghas)