Opini

Membaca Banda Aceh sebagai ‘Kota Kolaborasi’

167
×

Membaca Banda Aceh sebagai ‘Kota Kolaborasi’

Sebarkan artikel ini
Irwanda M. Jamil, S.Ag., Kabid Dakwah Dinas Syariat Islam (DSI) Kota Banda Aceh (Foto: Dok. Pribadi)

Oleh Irwanda M. Jamil, S.Ag*

Pasangan Wali Kota/Wakil Wali Kota Illiza Sa’aduddin Djamal-Afdhal Khalilullah yang terpilih dalam Pilkada 2024 mengusung visi “Kota Kolaborasi”. Visi ini tentunya tidak dapat dibaca hanya sebatas konsep di atas kertas, tetapi juga perlu diperkuat dengan berbagai implementasinya secara masif, efektif dan efisien bagi kemajuan seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah.

Mendorong kemajuan masyarakat adalah nafas kolaborasi. Dalam konteks ini, semua elemen kolaborasi, mulai dari praktisi, pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), seniman, tokoh agama, influenser dan seterusnya akan menjadikan Banda Aceh lebih adaptif menyosong kota yang ramah bagi semua kalangan.

Spirit Kolaborasi

Melihat tren dan citra Kota Banda Aceh dari waktu ke waktu, dari sini terlihat ada kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan multisektor. Terlebih, Wali Kota terpilih (Illiza) pernah menjadi bagian dalam mendorong kemajuan Kota Banda Aceh.

Demikian juga hadirnya Wakil Wali Kota Banda Aceh (Afdhal), sosok yang dikenal dekat dangan generasi milenial dan para kreator generasi muda Banda Aceh akan terus membuka peluang dalam setiap agenda pembangunan Kota Banda Aceh, tidak lepas dari peran dan gagasan generasi muda yang lebih jeli dalam melihat peluang masa depan. Sehingga dari komposisi latar belakang pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Illiza-Afdhal ini telah menampakkan bahwa optimisme Banda Aceh sebagai “Kota Kolaborasi” akan terwujud.

Secara sosiologi, Kota Banda Aceh dihuni dan dikunjungi oleh masyarakat yang plural, majemuk yang dipengaruhi lintas budaya, daerah, suku, profesi dan agama. Kota Banda Aceh selain pusat atau ibu kota provinsi, ia juga dianggap sebagai rule model tata kelola pemerintahan daerah di Aceh. Satu alasannya adalah ada banyak potensi kreatif dan program inovatif yang terus bermunculan di Kota Banda Aceh.

Misalnya, Kota Banda Aceh memiliki zona wisata alam yang memukau. Tahapan selanjutnya zona wisata tersebut tentu dikemas dengan sentuhan pendekatan syariat Islam. Sehingga munculnya konsep Wisata Religi yang diharapkan menarik perhatian wisatawan dari mancanegara, terutama dari negara-negara muslim.

Demikian halnya dengan tata kelola lingkungan hidup, Kota Banda Aceh terus mendorong kota yang bersih, segar dan sehat. Masih banyak potensi lainnya di Kota Banda Aceh yang perlu dikreasikan dalam mencapai visi Kota Banda Aceh sebagai “Kota Kolaborasi”.

Dengan spirit kolaborasi tersebut, Banda Aceh diprediksikan akan mengalami banjir ide, peningkatan kolaborator, partisipasi publik meningkat, demikian dengan persatuan umat. Upaya ini berpeluang menjadi stimulus bagi upaya perbaikan dan peningkatan bentuk pelayanan dasar dalam menjunjung kebutuhan masyarakat Kota Banda Aceh tanpa diskriminasi.

Harapan Baru

Babak baru “Kota Kolaborasi” ini telah memberi harapan baru bagi Kota Banda Aceh yang semakin maju dan bersaing dengan varian tantangan global. Ada ruang peningkatan nilai investasi di sini. Ada celah hadirnya para investor dalam agenda pembangunan kota, semua pihak yang ingin bekerja sama demi kemajuan Kota Banda Aceh, tampaknya akan selalu dibuka pintu oleh Pemerintah Kota Banda Aceh di bawah kepemimpinan Illiza-Afdhal.

Dalam konsep dan visi kota kolaborasi, ada ragam nilai yang dapat dinyalakan dalam setiap program pemerintahan. Dalam program penguatan Syariat Islam di Kota Banda Aceh misalnya, semua pihak akan dibuka ruang untuk mengemas praktik syariat Islam dengan setuhan tangan-tangan kreatif, humanis dan bahagia.

Sehingga penerapan syariat Islam atau dakwah-dakwah yang disampaikan di Banda Aceh tidak kaku, melainkan dapat menyatu dengan gaya serta tren berperilaku masyarakat kekinian. Dalam konteks ini pula, nilai syariat Islam sebagi penuntun, dan kreasi sebagai dampak kolaborasi serta pendekatan dan sentuhan kreatif sosial.

Kinerja Pemerintah

Dari sisi pemerintahan, tentu dampak dari visi kolaborasi ini akan mendorong spirit dan etos kerja serta pelayanan yang terus optimal. Kinerja pemerintah bukan saja akan terus diawasi oleh parlemen, melainkan juga dipantau dan bekerjasama dengan para kolaborator pemerintah Kota Banda Aceh. Dengan demikian, yang tersirat dari cara membaca visi kolaborasi ini adalah pemerintah Kota Banda Aceh akan dikelilingi oleh orang-orang yang produktif dan visioner dalam mengelola program pemerintah ke depan.

Tantangan seperti kemiskinan, membuka lapangan pekerjaan, pelanggaran syariat Islam, pencegahan narkoba dan lain sebagainya akan dihadapi secara kolaboratif. Dari perspektif ini kita dapat melihat dari awal terkait bagaimana masing-masing pemangku kebijakan, para ulama, tokoh masyarakat, pemuda, mahasiswa, bahkan politisi dapat menerjemahkan visi “Kota Kolaborasi” untuk Kota Banda Aceh yang terus melaju dan berprestasi.[]

* Penulis adalah Kabid Dakwah Dinas Syariat Islam (DSI) Kota Banda Aceh, Dewan Pengawas Syari’ah Aceh, eks Kabid Sarpras Dinas Dayah Kota Banda Aceh, eks Kepala Bagian Tindak Lanjut Perkara Panwaslu Kota B.Aceh, eks Komandan WH dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil WH Kota Banda Aceh, Wakil Pimpinan Redaksi Bidik Indonesia Press, eks Kepala Perwakilan Medan Ekspos, Alumni Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry, Bendahara Umum Ikatan Alumni Dayah Darussa’adah Aceh, eks Ketua eksternal Badko HMI Aceh.