Opini

Iskandar Sosok Birokrat yang Ramah

1170
×

Iskandar Sosok Birokrat yang Ramah

Sebarkan artikel ini
Penulis (kanan), bersama Iskandar S.Sos M.Si, Staf Ahli Wali Kota Banda Aceh Bidang Politik dan Hukum. (Foto: Dok. Pribadi)

Oleh Bung Syarif*

Iskandar S.Sos M.Si, yang kini menjabat Staf Ahli Wali Kota Banda Aceh Bidang Politik dan Hukum adalah sosok birokrat senior yang ramah. Ia salah satu birokrat yang sangat lincah di pusaran Kutaraja. Lahir di Banda Aceh, 13 September 1968.

Alumni Magister Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK) Studi Perencanaan Pembangunan ini awal kariernya sebagai tukang giling obat di Apotik Rahmi Farma Banda Aceh. Ketika itu, alumni Sekolah Menengah Farmasi ini bekerja di Apotik Rahmi Farma dan enam bulan kemudian diterima sebagai Asisten Apoteker di Apotik Kimia Farma.

Namun, setelah dua tahun lebih berkutat dengan dunia farmasi, dia merasa tak betah bekerja di ruang sempit, yang sangat terkungkung dari dunia luar yang hari-hari termasuk giling obat dan penuh dengan resep-resep.

Bosan dengan suasana itu, lalu terpikir untuk mengubah nasibnya ingin menempuh pendidikan umum dengan mengikuti ujian persamaan di SMA Safiatuddin, Lamprit, Banda Aceh dan tamat tahun 1988.

Setelah mengantongi ijazah SMA, Iskandar berminat ingin menjadi pamong di pemerintahan. Untuk itu, dia mencoba melanjutkan pendidikan ikatan dinas dan alhamdulillah diterima di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) hingga selesai pada tahun1991.

Menjadi PNS

Kemudian diangkat menjadi PNS sebagai staf bagian keuangan di Balai Kota Banda Aceh, ketika itu Wali Kotanya Drs Baharuddin Yahya.

Iskandar hampir 10 Tahun bekerja di bidang Keuangan Balai Kota, hingga akhirnya dipromosi sebagai Camat Banda Raya oleh Alm Mawardy Nurdin, tiga tahun kemudian dimutasi jadi Camat Kuta Alam. Belum setahun di sana, pada 2008 diangkat lagi menjadi Kepala Satpol PP dan WH Banda Aceh.

Tak lama kemudian Iskandar dimutasi sebagai Kepala Lingkungan Hidup (2010), Bappeda Kota Banda Aceh (2015), Asisten Pemerintahan Setda Kota Banda Aceh (2016), Kadis Pariwisata (2019), hingga kini menjabat Staf Ahli Wali Kota Banda Aceh Bidang Politik dan Hukum (2022 hingga sekarang), sekaligus menjabat sebagai Plh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Banda Aceh.

Dalam dunia pariwisata, baginya yang sangat penting adalah bagaimana membangun inovasi dan kreativitas setiap waktu. Karena semua mitranya adalah pelaku pariwisata, mulai dari pihak PHRI, entertainment, para EO hingga seniman.

“Dalam leksikon pariwisata banyak tantangannya, tapi juga sangat mengasyikkan. Saya terus belajar dan bekerja keras untuk menghidupkan kembali kunjungan wisata di Kota Banda Aceh. Harus membangun inovasi dan kreativitas kala dipercaya pimpinan sebagai Kepala Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh,” kata Iskandar.

Dunia Pariwisata

Tantangan eksternal sangat banyak. Kondisi itu muncul, karena masyarakat belum terbiasa dengan dunia pariwisata, sehingga sering terjadi gesekan dan berkembang berbagai isu negatif.

Sedangkan tantangan internal, sumber daya manusia (SDM) di Dinas Pariwisata belum memadai sebagaimana yang diinginkan, mungkin hanya 50 persen yang paham bahwa pariwisata Islami memiliki pasar yang mencerahkan bagi masa depan Kota Banda Aceh.

Bila ada tempat kuliner yang berkembang jauh dari pusat keramaian akan diduga ada macam-macam, dikhawatirkan terjadinya khalwat. Namun, di sisi lain ekonomi rakyat harus menggeliat tumbuh untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka setiap hari.

Dilema ini, secara bertahap ingin disinergikan, sehingga ada titik temu yang menguntungkan bagi perkembangan wisata di masa mendatang.

Membangun wisata, bagi Iskandar, butuh kesabaran dan harus lebih memahami karakteristik banyak orang, bagaimana menyadarkan masyarakat jadi ramah, jujur dan menyenangkan bagi tamu yang datang berkunjung ke Kutaraja untuk menikmati kuliner yang rasanya selalu dikenang ketika mereka kembali ke kampung halamannya.

Diakui Iskandar, selama kasus virus Corona (Covid-19), pendapatan asli daerah (PAD) Kota Banda Aceh sangat anjlok. PAD dari sektor pariwisata, perhotelan hanya tinggal 35 persen lagi. Kondisi ini sangat besar imbasnya bagi pelaku sektor ekonomi ini.

Padahal, urutan pertama untuk PAD Banda Aceh selama ini dari sektor pariwisata, baik melalui perhotelan maupun restoran. Bila dalam satu tahun saja ada wisatawan datang ke Banda Aceh mencapai 500 ribu orang dan masing-masing membawa uang Rp 1 juta, maka perputaran uang di sektor ini cukup banyak.

“Coba bayangkan, 10 persen saja untuk pajak dari jumlah kunjungan Itu. Ini baru dua sektor hotel dan restoran saja, belum lagi ekonomi kreatif, pertunjukan, souvenir, travel dan lain-lain. Namun, pajak itu tidak sepenuhnya sampai ke kas daerah. Ini, perlu dievaluasi, sehingga kantong-kantong PAD tidak terus bocor,” urai alumni S2 Ekonomi USK itu.

“Gampong Peunayong akan kita tata seapik mungkin, sehingga desa pinggir sungai itu nantinya akan menjadi obyek wisata sejarah yang menarik. Untuk itu, lonceng Laksamana Cheng Ho akan dikembali ke sini, sebagai sejarah kampung Tionghoa atau China Town,” sebutnya.

Termasuk juga sejarah Marcopolo yang pernah berlabuh di Peunayong melalui Krueng Aceh akan menghiasi Peunayong yang dikenal dengan minuman khas “Wine Aceh”. Kini Iskandar sangat menikmati karier birokrasinya di Pemerintah Kota Banda Aceh, bahkan boleh jadi salah seorang Pejabat Eselon II.a yang terbanyak meraih prediket mutasi.

Saya meramal suatu saat beliau akan menjadi orang penting di pusaran Kota Banda Aceh. Karena keramahan dan kelincahan komunikasinya, membuat Iskandar disenangi kolega. Termasuk kami anak muda sangat respek pada sosok pangreh ini. Mimpinya Banda Aceh harus kaya. Taman-taman syurga harus dibangun, sehingga rakyat kota ceria.

* Penulis Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Banda Aceh, Ketua Komite Dayah Terpadu Inshafuddin, Dosen Legal Drafting FSH UIN Ar-Raniry, Mantan Aktivis`98, Alumni Lemhannas Pemuda Angkatan I, Fungsionaris DPD KNPI Aceh, Ketua Biro Pemerintahan dan Otda KAHMI Aceh.