posaceh.com, Jakarta – Kasus penembakan warga negara Indonesia (WNI) oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) di Perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia, Jumat (24/1/2025) berbuntut panjang. Pemerintah Indonesia menilai telah terjadi penggunaan kekuatan berlebihan (excessive use of force), sehingga harus ada penyelidikan mendalam.
Dalam kasus itu, seorang WNI meninggal dunia dan beberapa lainnya terluka, dua di antaranya warga Aceh. Kementerian Luar Negeri dan KBRI Kuala Lumpur menyatakan akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan bantuan kekonsuleran bagi para korban.
Berdasarkan komunikasi KBRI Kuala Lumpur dengan Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM), penembakan terjadi saat APMM menghentikan WNI yang diduga hendak keluar dari Malaysia melalui jalur ilegal, seperti dirilis CNN, Senin (27/1/2025) APMM mengklaim tindakan dilakukan karena para WNI melakukan perlawanan.
“Atas insiden ini, KBRI telah meminta akses kekonsuleran untuk menjenguk jenazah dan menemui para korban luka,” demikian pernyataan resmi dari Kemlu yang diterima CNNIndonesia.com, Minggu (26/1/2025).
Sedangkan KBRI akan mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Malaysia untuk mendorong penyelidikan mendalam, termasuk kemungkinan penggunaan kekuatan berlebihan (excessive use of force) oleh APMM.
Pemerintah desak Malaysia segera usut kasus tersebut. Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Christina Aryani meminta pemerintah Malaysia mengusut tuntas insiden tersebut.
“Kementerian P2MI mendesak Malaysia melakukan pengusutan terhadap peristiwa ini. Dan juga mengambil tindakan tegas terhadap petugas patroli APMM apabila terbukti melakukan tindakan kekuatan berlebihan atau excessive use of force,” ujar Christina dalam keterangan tertulis, Minggu (26/1/2025).
Christina mengatakan Kementerian P2MI terus melakukan koordinasi untuk memastikan korban yang terluka mendapat perawatan medis yang diperlukan dan memberikan dukungan kepada keluarga korban, termasuk bantuan hukum dan pemulangan jenazah. “Saat ini kementerian sedang menelusuri asal daerah dari para korban untuk dilakukan pendampingan,” katanya.
Seiring dengan itu, Kementerian P2MI akan mendorong adanya pertemuan dengan pemerintah Malaysia untuk membahas langkah-langkah pencegahan agar insiden serupa tidak terulang. “Termasuk cara-cara penanganan migran prosedural secara manusiawi,” ucapnya.
Sementara itu, media lokal, beritamerdeka.net melaporkan, dua warga Aceh menjadi korban penembakan di Perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia yang diduga dilakukan Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). Kedua warga Aceh sudah dirawat di lokasi berbeda.
Anggota DPD RI asal Aceh Sudirman Haji Uma menyebutkan, kedua korban yakni Andry Ramadhana (30) warga Desa Keude Pante Raja, Kecamatan Pante Raja, Pidie Jaya yang mengalami luka tembak di lengan. dan saat ini dirawat di sebuah klinik Malaysia.
Sedangkan satu korban lagi Muhammad Hanafiah (40) warga Desa Alue Bugeng Kecamatan Peureulak Timur, Kabupaten Aceh Timur yang tertembak di bagian paha. Hanafiah dirawat di sebuah rumah sakit bersama tiga korban lainnya.
“Saya konfirmasi ke korban berulang dan pengakuannya tidak ada perlawanan sama sekali. Menurutnya, mereka bisa melawan dengan apa sebagai sipil dan tanpa alat,” kata Haji Uma dalam keterangannya, Senin (27/1/2025).
Menurutnya, insiden penembakan tersebut terjadi saat para Pekerja Migran Indonesia (PMI) unprocedural yang berjumlah 26 orang hendak keluar dari Malaysia secara ilegal menggunakan boat. Di tengah perjalanan, boat yang mereka tumpangi dikejar kapal patroli APMM.
Petugas APMM disebut melepaskan tembakan membabi buta ke arah boat dari jarak 20 meter hingga 25 meter. Insiden itu disebut terjadi tengah malam, Jumat (24/1/2025).
“Boat yang ditumpangi para WNI berhasil melarikan diri usai penembakan dan selanjutnya merapat dikawasan hutan bakau daerah Banting yang masih di kawasan Selangor, Malaysia. Setelah itu para korban kemudian dibawa ke rumah sakit Serdang Selangor Malaysia oleh tekong,” ujar Haji Uma.(Muh/*)